Sumbawa, Bintangtv.id- tim kuasa hukum Nyonya Lusy dari Sambo Law Firm, yang dipimpin oleh Safran, SH., MH., bersama Adhar, SH., MH., Muhamad Arif, SH., dan Taufikurahman, SH., M.Hum., menyampaikan pledoi yang meminta majelis hakim untuk membebaskan klien mereka dari tuduhan tindak pidana penggelapan. Pledoi disampaikan tim kuasa hukum pada persidangan di Pengadilan Negeri Sumbawa.
Safran, SH., MH., Adhar, SH., MH. Muhamad Arif, SH., Taufikurahman, SH., M.Hum., selaku tim kuasa hukum terdakwa Nyonya Lusy, Rabu (24/07/2024) menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 372 KUHP.
Karena itu tim kuasa hukum dari Sambo Law Firm ini meminta majelis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan tindak pidana penggelapan atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Selain itu mengembalikan seluruh barang bukti CV. Sumber Elektronik yang disita dari terdakwa selaku ahli waris, untuk dikembalikan kepada terdakwa Lusy.
Kemudian merehabilitasi harkat, martabat dan nama baik terdakwa. “Jika majelis hakim berpendapat lain, kami mohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya demi tegaknya keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” pinta kuasa hukum terdakwa saat menyampaikan Pledoi (pembelaan) pada sidang di Pengadilan Negeri Sumbawa Besar, Selasa, 23 Juli 2024.
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai John Michel Leuwol SH didampingi dua hakim anggota, Fransiskus Xaverius Lae SH dan Yulianto Thosuly SH, serta JPU, Dhieka Citra Perdana SH, Tim Kuasa Hukum mengemukakan alasan permintaan itu berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan mulai dari keterangan para saksi, keterangan ahli, bukti-bukti, hingga keterangan terdakwa, dan surat.
Pertama, bahwa dengan mendudukan Terdakwa Lusy di depan persidangan ini, merupakan suatu kekeliruan dan kesesatan yang nyata serta bentuk ketidak-cermatan aparat penegak hukum dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, hingga tahapan penuntutan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memenuhi kepentingan segelintir orang dan bukan untuk kebutuhan menegakkan hukum. Pada kenyataannya, berdasarkan fakta- fakta yang terungkap dalam persidangan, perkara ini merupakan perkara yang direkayasa, mengada-ada dan dipaksakan untuk diajukan dalam persidangan.
Kedua, berdasarkan akta notaris pendirian CV. Sumber Elektronik yang diterbitkan pada tanggal 27 Oktober Tahun 2014, menerangkan dalam ketentuan Pasal 11 “jikalau seorang persero meninggal dunia, maka perseroan ini diteruskan oleh persero-persero yang masih ada dengan para ahli waris yang meninggal dunia sebagai persero komanditer yaitu sebesar bagiannya persero yang meninggal dunia dalam perseroan. Dalam hal ini para ahli waris tersebut menunjuk seorang dari para mereka untuk mewakili mereka terhadap perseroan.
Tiga, Terdakwa Lusy dan saudara-saudaranya adalah ahli waris Slamed Riady Kuantanaya. Karena Slamed Riady Kuantanaya tidak memiliki keturunan/anak dan istri, meskipun Slamed Riady Kuantanaya pernah menikah dengan Ang San San tetapi sudah cerai sebelum meninggal dunia (Surat Keterangan Waris dan Silsilah serta Pernyataan Ahli Waris).
Keempat, Terdakwa Lusy ditunjuk oleh ahli waris lainnya yaitu Nyonya Funarwati, Nyonya Lydia Herawati, Nyonya Lenny, dan Koko Suandy, untuk mengelola CV. Sumber Elektronik, dalam rangka membayar tunggakan hutang di Bank BNI sebagai hutang CV. Sumber Elektronik yang diambil oleh Almarhum Slamed Riady Kuantanaya atas nama CV Sumber Elektronik dengan jaminan Sertipikat Rumah Makan Aneka Rasa Jaya milik dari Slamed Riady Kuantanaya dan ahli waris lainnya termasuk Terdakwa Lusy.
Kelima, dari pernikahan Ang San San dengan Slamet Riady Kuantanaya tidak mempunyai keturunan/anak dan pada tahun 2019, Ang San San dengan Slamet Riady Kuantanaya (Almarhum) resmi bercerai berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 26/PDT.G/2019/PN.Mtr dan Kutipan Akta Perceraian Nomor 5271-CR-09012020-0001. Keenam, sepeninggalan Slamet Riady Kuantanaya CV. Sumber Elektronik tidak menjalankan usaha (vakum) dan cicilan di Bank BNI terus berjalan.
Akhirnya terdakwa mempunyai inisiatif untuk membuka dan menjual barang-barang yang ada di CV Sumber Elektronik dan hasilnya untuk menanggulangi cicilan di Bank BNI agar Sertipikat Rumah Makan Aneka Rasa Jaya atas nama Slamet Riady Kuantanaya dkk tidak disita oleh Bank BNI, karena pihak Terdakwa juga mempunyai hak atas Sertipikat tersebut.
Sebagaimana Perjanjian Kredit Nomor: 2016/SB/0260 (perjanjian kredit antara Slamet Riady Kwantanaya sebagai penerima kredit bertindak mewakili CV. Sumber Elektronik dengan Suhartono yang bertindak sebagai pimpinan Kantor Cabang Sumbawa Besar PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Pinjaman kredit ini sebesar Rp.1.000.000.000 dengan jaminan SHM No.891 tanggal 25 Febuari 1994 pemegang hak Slamet Riady Kwantanaya (Aneka Rasa Jaya) dengan pengikatan 1.250.000.000. Hasil menjual barang CV Sumber Elektronik juga untuk membayar sewa toko kepada M. Mustofa Kamal, perbaikan mobil dan perawatan mobil, gaji karyawan, bayar PDAM, dan bayar Listrik.
Tujuh, Terdakwa Lusy merupakan ahli waris yang sah menurut hukum yang dengan suka rela dan beritikad baik mengelolah aset CV. Sumber Elektronik milik saudara kandungnya Slamet Riady Kuantanaya (Alm) dalam kondisi CV. Sumber Elektronik tidak terurus dan memiliki tanggungjawab utang piutang serta pembiayaan lainnya, yang bersifat sementara. Dimana Pelapor (Ang San San) tidak memiliki rasa tanggungjawab sama sekali terhadap CV. Sumber Elektronik baik sebelum Slamet belum cerai (cerai hidup) sampai dengan setelah almarhum meninggal dunia. Sikap tersebut tidak menunjukan itikad baik terhadap aset CV. Sumber Elektronik.
Delapan, terhadap tuntutan yang dipilih oleh Jaksa Penuntut Umum seperti yang tertuang dalam Tuntutan JPU lebih ingin pembuktian pengalihan aset, masih menjadi harta gono gini, dan pengelolaan yang dianggap perbuatan tidak pidana Penggelapan Pasal 372 KUHP. Sementara tidak ada satu alat bukti yang sah secara hukum untuk mempersalahkan Terdakwa Lusy yang merupakan bagian dari ahli waris yang ditunjuk oleh atas kesepakatan ahli waris lainnya untuk mengelolah CV. Sumber Elektronik, karena dalam keadaan tertentu yaitu tidak terkelolanya CV. Sumber Elektronik semenjak almarhum Slamet Riyadi meninggal dunia.
Penasehat hukum tidak sependapat dengan JPU. Jaksa Penuntut Umum tidak memahami konstruksi hukum perkara in casu secara lengkap dan jelas, dimana seharusnya dalam perkara a quo merupakan perkara sengketa hak keperdataan dipaksaan menjadi suatu peristiwa pidana sehingga menyulitkan JPU dalam membuktikan perkara A quo (dipaksakan).
Kesembilan, JPU tidak mampu membuktikan barang bukti yang didalilkan dalam persidangan, karena baik dalilnya dalam surat dakwaan maupun dalam tuntutan sebanyak 567 jenis barang dengan jumlah unit 1.383 unit dan ditambah 1 jenis/unit barang yang dibeli oleh Saksi Emi Apriyanti. JPU hanya bisa membuktikan 7 item jenis barang dengan jumlah unit, yaitu 4 kulkas, dan 3 mesin cuci. Artinya JPU tidak bisa menunjukan barang bukti tersebut. Padahal sangat penting bagaimana menghukum seseorang jika barang bukti yang dituduhkan terhadapnya tidak bisa ditunjukan di depan persidangan.
Kesepuluh, kepemilikan Mobil Xenia adalah milik saksi korban Ang San San diberikan oleh kakak kandung saksi Jaya Anggarawan untuk digunakan sebagai operasional Toko Sumber Elektronik di Sumbawa.
Selanjutnya kepemilikian mobil Xenia berdasarkan keterangan saksi Jaya Anggrawan dalam fakta persidangan mobil tersebut yang diberikan kepada saksi Ang San San untuk digunakan sebagai operasional Toko Sumber Elektronik di Sumbawa.
Kemudian kepemilikan kendaran roda empat dengan nomor plat DR 1335 AJ yang dikuasai oleh CV. Sumber Elektronik dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan dari keterangan saksi Ricat Septian menyatakan bahwa mobil tersebut sudah menjadi mobil milik CV. Sumber Elektronik yang dibuktikan adanya pembayaran mobil oleh Slamet Riady melalui Veronica kepada Jaya Anggarawan.
Berikutnya, mobil dan BPKB dikuasai oleh CV. Eletronik dan dibuktikan dengan Slamet Riady Kuantanaya melakukan pembayaran pajak mobil Xenia dengan Nomor Plat DR. 1335 AJ selama dua kali.
Kesebelas, Ahli Pidana Prof Dr. Mudzakkir, SH., MH menerangkan, dalam perkara pidana berlaku asas legalitas atau dalam penanganan perkara pidana bahwa hukum itu tidak boleh berlaku surut (Non Retroaktif), atau setidak-tidaknya dalam kasus pidana yang dapat diproses adalah perbuatan masa lalu bukan perbuatan yang terjadi di masa depan. Maka terhadap perkara A quo In case Terdakwa dibebaskan demi hukum atas Laporan Polisi Nomor: LP/182/V/2021/NTB/SPKT di Polda NTB pada tahun 2021, sementara pengelolaan yang dilakukan Terdakwa Lusy pada tahun 2022.
Ahli juga menjelaskan jika dalam perkara yang perdata dan dalam perkara pidana tersebut memiliki objek pokok perkaranya sama, yaitu pengelolaan usaha yang dilakukan oleh CV. Sumber Elektronik karena komanditer aktif meninggal dunia, maka sesuai dengan ketentuan hukum pidana, maka sengketa atau perselisihan pra judicial dalam perkara perdatanya diselesaikan terlebih dahulu. Sebab materi pokok perkara pidananya bergantung kepada putusan perkara perdata tersebut.
Ketentuan mengenai perselisihan pra-judisial tersebut diatur dalam Pasal 81 KUHP yang intinya: “Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa” (Perma No. tahun 1956), dimana perkara perdata yang melahirkan hak atas peristiwa hukum proses pidana masih berjalan di tingkat kasasi. Sebelumnya Putusan Pengadilan Negeri Sumbawa tidak dapat diterima (Niet Ontpvantelijke) dan Putusan Pengadilan Tinggi Mataram tidak dapat diterima (Niet Ontpvantelijke).
Keduabelas, pelapor (Ang San San) tidak memiliki sikap moral yang baik terhadap aset CV. Sumber Eletronik. Hal ini terbukti adanya pembiaran pengelolaan baik semasa hidup almarhum Slamet Riady Kuantanaya maupun setelah cerai dengan almarhum, bahkan setelah almarhum meninggal dunia.
Ketigabelas, proses audit terhadap barang sitaan oleh penyidik dan dijadikan barang barang bukti dalam perkara A quo tidak dilakukan melalui prosedur hukum yang sah karena penujukan tim audit dilakukan sepihak dan digaji oleh pelapor sehingga tidak independent atau imparsial atau tidak ada kesepakatan bersama para pihak. Artinya audit tersebut cacat hukum.
Keempatbelas, terhadap Kerugian maupun keuntungan dalam pengelolaan suatu aset perusahaan bukanlah merupakan perbuatan pidana penggelapan melainkan perbuatan yang bersifat keperdataan. Dalam hal ini Terdakwa selaku pengelola CV. Sumber Elektronik merupakan perbuatan transaksi terkait bisnis. Untung dan rugi adalah hal yang wajar bukan termasuk perbuatan pidana penggelapan.
Kelimabelas, keterangan saksi Auditor, Dr. Khairunnas di persidangan, telah melakukan audit atas permohonan penyidik Polda NTB, kemudian permohonan dari Pelapor atau saksi korban (Ang San San) yang sekaligus membiayai audit tersebut. Sehingga Penasehat Hukum dapat menilai bahwa proses audit tidak dapat dijadikan bukti surat dan begitupun keterangan saksi auditor, Dr. Khairunnas tidak dapat digunakan sebagai alat bukti keterangan ahli.
Hal ini dikuatkan oleh Saksi Ahli Ad Charge Prof. Dr. Mudzakkir, SH. “Karenanya melalui Peradilan ini sesungguhnya adalah ujian bagi kita semua sebagai penegak hukum, bagaimana mutu dari penegak hukum itu sendiri diuji oleh hukum pidana, apakah kita telah tepat dan benar dalam mendudukkan peristiwa ini dengan sebaik-baiknya ataukah tidak.
Bagi Terdakwa duduk di kursi “pesakitan” merupakan momen kritis dan menyangkut nasibnya, masa kini dan akan datang, dimana Terdakwa sosok perempuan yang berhati panji dalam melindungi asset dan keberlanjutan keluarga yang merupakan saudara kandung Terdakwa yang dalam perkara a quo dituduh menggelapkan aset CV. Sumber Elektronik yang bahkan tidak sesuai dengan kehidupan Terdakwa Lusy yang sangat berkecukupan.
Sehingga Terdakwa harus dilindungi oleh hukum yang bermartabat dan berkeadilan serta berpanji Pancasila. Dalam persidangan inilah hampir seluruh hakikat kemanusiaan kita dipertaruhkan. Apakah memang benar dakwaan dan tuntutan Jakasa Penuntut Umum sesuai dengan kaidah ilmu hukum pidana yang tepat?” bebernya.
Jika sampai salah dan keliru, sambung Safran SH MH, maka Terdakwa akan selamanya mengalami penderitaan, kerugian, dan pelecehan sosial, serta mungkin bisa merubah pribadi Terdakwa menjadi pribadi manusia yang benar-benar jahat. Keenambelas, tidak ada satu saksi pun maupun alat bukti lain yang secara nyata dapat membuktikan Terdakwa Lusy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Ketujuhbelas, Hukum Pidana mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhsungguhnya, bukanlah didasarkan pada “kesimpulan” ataupun ”imajinasi” segelintir orang demi tercapainya target tertentu,” imbuhnya.
Kedelapanbelas, apabila Terdakwa tetap dipaksakan untuk dijatuhi Pidana, padahal tidak ada alat bukti satupun yang membuktikan Terdakwa bersalah, dikhawatirkan Peradilan ini akan menjadi Peradilan yang sesat dan peradilan like or dislike atau peradilan selera atas kewenangannya.
Kesembilanbelas, terhadap Perkara A quo, Terdakwa Lusy harus dibebaskan dan dilepaskan demi hukum, atas Laporan Polisi Nomor: LP/182/V/2021/NTB/SPKT di Polda NTB pada tahun 2021, sementara pengelolaan yang dilakukan Terdakwa Lusy pada tahun 2022.
Usai mendengar pledoi dari kuasa hukum terdakwa, JPU dari Kejari Sumbawa yang diwakili Dhieka citra perdana SH, menyampaikan kepada majelis hakim, menanggapi pledoi secara lisan yakni JPU tetap pada tuntutan 1,6 tahun penjara. (01)