iklan
Hukum Kriminal

Mendengar Fakta Persidangan Perdana di PN Sumbawa, Nyonya Lusi Merasa Terdzolimi

220
×

Mendengar Fakta Persidangan Perdana di PN Sumbawa, Nyonya Lusi Merasa Terdzolimi

Sebarkan artikel ini
Sumbawa, Bintangtv.id– Nyony Lusi, terdakwa dugaan tindak pidana penggelapan, merasa terdzolimi oleh tudingan pelapor, Ang San San beserta tim pengacaranya berdasarkan laporannya di Polda NTB.
Sebagaimana diberitakan sejumlah media online dan elektronik, sesuai hasil penyidikan di Polda NTB serta laporan tim pengacara Ang San San menuduh Nyonya Lusi melakukan tindak pidana penggelapan barang senilai Rp 15 miliar. Nyonya Lusi dijerat pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dan ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 31 Agustus 2023.
Selanjutnya Nyonya Lusi ditahan dan telah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses persidangan. “Kami merasa terdzolimi dengan pernyataan tersebut yang menyatakan ibu kami menggelapkan barang Toko Sumber Elektronik senilai 15 Milyar rupiah. Ini menyakitkan kami karena tuduhan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan di PN Sumbawa,” kata Ita Yuliana—putri kandung Nyonya Lusi usai menghadiri sidang perdana ibunya di Pengadilan Negeri Sumbawa, Rabu (15/5).
Menurut Ita, apa yang dituduhkan oleh sangat jauh berbeda dari dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rika Ekayanti SH dan Dhieka Perdana Citra Utami SH dalam sidang perdana yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, John Michel Leuwol SH.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, terungkap bahwa dari dugaan penggelapan itu Ang San San mengalami kerugian Rp 46.097.000, yakni Rp 30.000.000 dari uang tunai milik CV Sumber Elektronik, dan Rp.16.097.000 dari pengambilan 7 unit barang milik Toko Sumber Elektronik.
“Bayangkan ibu kami dituduh menggelapkan barang senilai 15 miliar, tapi fakta di persidangan hanya disebutkan kerugian mencapai 46 juta rupiah. Ini benar-benar kejam, dan sangat dipaksakan. Kami menduga ada motif di balik semua itu,” tukasnya.
Berapa pun nilai yang dituduhkan dan nilai yang terungkap dalam fakta persidangan, Ita meyakini bahwa Ny. Lusy tidak pernah melakukan tindak pidana penggelapan. Ita juga menduga ibunya dikriminalisasi sehingga dijadikan tersangka.
Menurut Ita, status pemilikan barang Toko Sumber Elektronik yang dijadikan barang bukti kasus dugaan penggelapan, diyakini milik keluarga atau ahli waris. Hal ini berdasarkan Akta Pendirian CV Sumber Elektronik No. 58 tanggal 27 Oktober 2014 di Kantor Notaris dan PPAT Efendi Winarto SH. Dalam akta, CV tersebut murni beranggotakan dua orang saja yaitu Slamet Riady Kuantanaya (Alm) dengan Ang San San. Almarhum sebagai Sekutu Aktif (Sekutu Komplemeter) yaitu sebagai Direktur (penanggung jawab, pelaksana dan lainnya terkait keberlangsungan usaha), sedangkan Ang San San sebagai Sekutu Pasif (Sekutu Komanditer).
Berdasarkan klausa dalam perjanjian Akta Pendirian CV. Sumber Elektronik pada Pasal 11 menyatakan bahwa “Jika seorang persero meninggal dunia, maka perseroan ini diteruskan oleh persero-persero yang masih ada dengan para ahliwaris dari persero yang meninggal dunia itu sebagai persero komanditer, yaitu sebesar bagiannya persero yang meninggal dunia itu dalam perseroan”.
Dalam hal itu para ahliwaris tersebut menunjuk seorang dari para mereka untuk mewakili mereka terhadap perseroan. Karena itu Nyonya Lusy bertindak hukum sebagai ahliwaris dari Almarhum Slamet Riady Kuantanaya untuk melanjutkan apa yang menjadi tugas dan wewenangnya di dalam perseroan.
Karena itu, Ita menilai klaim adanya penggelapan Rp 15 Milyar oleh Nyonya Lusy, terlalu mengada-ada. Klaim itu didasarkan pada hasil audit auditor dari kantor akuntan public yang dilakukan secara tidak professional, tendensius dan penuh kejanggalan.
Sebab audit itu berdasarkan data Tahun 2018–2021 sehingga tercatat 11.132 unit barang yang dinyatakan hilang. Padahal dalam rentang waktu tersebut, Toko Sumber Elektronik dikelola oleh almarhum. Sementara Nyonya Lusi membuka toko itu pasca kematian almarhum, itupun hanya berlangsung selama dua minggu.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim PN Sumbawa, John Michel Leuwol SH mengatakan, agar kuasa hukum terdakwa dapat membuktikan di persidangan bahwa tuduhan itu tidak benar. Dalam proses persidangan, asas praduga tak bersalah dijunjung tinggi, sepanjang belum ada putusan (vonis). (01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

iklan